Sesat Pikir Didik Rachbini INDEF Tentang Penempatan 200 T di Himbara
Latar Belakang Pernyataan Didik Rachbini
Jakarta – Ekonom INDEF sekaligus akademisi, Prof. Didik J. Rachbini, mengeluarkan kritik tajam terkait kebijakan pemerintah yang menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di bank umum (Himbara). Menurutnya, langkah tersebut melanggar konstitusi dan tiga undang-undang. Namun, pandangan ini dinilai keliru karena tidak memahami perbedaan antara penempatan kas negara dan belanja APBN.
Perbedaan Penempatan Dana dan Belanja APBN
Pernyataan bahwa penempatan dana harus melalui proses legislasi sebagaimana program APBN tidak tepat. Ada perbedaan mendasar antara belanja dan penempatan dana:
- Belanja APBN: Pengeluaran permanen yang mengurangi kas negara, misalnya gaji pegawai, belanja modal, atau subsidi.
- Penempatan Dana: Hanya memindahkan lokasi penyimpanan kas negara dari Bank Indonesia ke bank umum. Dana tetap tercatat di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan bisa ditarik kapan saja.
Dengan kata lain, menganggap penempatan kas sama dengan belanja sama saja dengan menyamakan orang yang memindahkan tabungan antar bank dengan orang yang menghabiskan uang untuk belanja. Secara hukum dan akuntansi, keduanya jelas berbeda.
Kebijakan Sesuai Aturan Perbendaharaan Negara
Kritik bahwa kebijakan ini melanggar UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara juga tidak berdasar. Pasal 22 ayat (4) justru memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk membuka rekening penerimaan dan pengeluaran di bank umum.
Selama dana tersebut tidak digunakan untuk program di luar APBN, maka tidak ada pelanggaran hukum. Selain itu, mekanisme ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan diaudit langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Manfaat Penempatan Dana di Bank Umum
Data resmi Kementerian Keuangan per Agustus 2025 menunjukkan saldo kas pemerintah lebih dari Rp 425 triliun, jauh di atas batas aman Rp 200 triliun. Penempatan dana di bank umum menjadi strategi manajemen kas yang prudent dengan beberapa manfaat:
- Menambah PNBP: Dana mengendap menghasilkan bunga yang masuk ke kas negara.
- Menambah Likuiditas Perbankan: Dana memperkuat kemampuan bank menyalurkan kredit ke sektor produktif.
- Mendukung Pertumbuhan Ekonomi: Likuiditas membantu pembiayaan sektor prioritas, termasuk UMKM.
Tuduhan Langgar Konstitusi Dinilai Keliru
Kekhawatiran bahwa kebijakan ini melemahkan institusi keuangan negara juga tidak berdasar. Justru sebaliknya, langkah ini memperkuat peran Bendahara Umum Negara dalam mengelola kas secara modern. Dana tetap tercatat, diawasi, dan bisa ditarik kapan pun dibutuhkan. Tidak ada satu rupiah pun yang hilang.
Poin Penting yang Perlu Diluruskan:
- Penempatan dana ≠ Belanja APBN.
- Legal sesuai UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Diaudit BPK dan diatur melalui PMK.
- Memberi manfaat fiskal dan mendukung ekonomi nasional.
Kritik tentu penting dalam demokrasi, namun harus berbasis data dan pemahaman hukum yang tepat. Tuduhan bahwa kebijakan ini melanggar konstitusi adalah bentuk sesat pikir yang perlu diluruskan agar publik tidak disesatkan.